Menguak Cerita Rakyat Nusantara yang Terlupakan

Cetak

Resensi Buku Indonesia Bercerita Karya Yoana Dianika, Redy Kuswanto, Ruwi Meita dkk

Khasanah | Minggu, 01 Oktober 2017 | Arinhi Nursecha

 

Indonesia, dahulu disebut Nusantara, sangat kaya ragam budaya dan etnis. Salah satu kekayaan tersebut di antaranya legenda yang disampaikan secara turun-temurun. Cerita-cerita tersebut sarat pesan moral, etika, spiritualitas, dan kearifan lokal. Sebut saja cerita Malin Kundang, Jaka Tarub, Tangkuban Perahu, Danau Toba, Timun Emas, Bawang Merah dan Bawang Putih, dll. Namun sebenarnya masih banyak cerita menarik yang selama ini tak diketahui. Dengan riset serius, Indonesia Bercerita hadir untuk menguak cerita rakyat yang selama ini nyaris terlupakan. Ditulis oleh sekumpulan penulis yang namanya sudah sering menghiasi media cetak, media elektronik secara global, juga dunia pertelevisian sebagai penulis skenario. Beberapa nama lain menempati rak-rak buku di Indonesia atas karya berupa novel solo, serta aktif menggawangi kegiatan kepenulisan.

Dibuka dengan cerita Mentiko Betuah dari D.I. Aceh, berkisah tentang Raja dan Permaisuri yang menginginkan kehadiran seorang anak. Setelah menempuh aral rintangan, akhirnya doa mereka didengar Tuhan. Sang Permaisuri hamil dan melahirkan anak lelaki bernama Rohib. Begitu besarnya kasih sayang mereka pada Rohib hingga Rohib tumbuh menjadi pemuda manja. Raja murka pada Rohib dan mengancam akan memberi hukuman mati, namun niat itu dicegah Permaisuri.

“Sadarlah, tabiat Rohib yang tidak terpuji itu karena kita terlalu memanjakannya, Kanda. Ini kesalahan kita. Rasanya tidak adil jika kita menimpakan kekesalan kepadanya. Dinda berharap, dia akan lebih baik kelak.” (Halaman 5)

Raja dan Permaisuri melepas Rohib berkelana dibekali uang untuk modal berdagang. Dalam perjalanan, Rohib melihat warga kampung menyiksa hewan. Ia membebaskan hewan-hewan tersebut menggunakan uang jaminan. Tanpa terasa, uangnya pun habis. Dalam penyesalan, Rohib tertidur lalu bermimpi didatangi ular raksasa. Mewakili rasa terima kasih seluruh hewan di hutan, sang ular membalas kebaikan Rohib dengan memberinya mustika bernama Mentiko Betuah. Mustika itu dapat mengabulkan apa pun permintaan tuannya. Rohib meminta uang dalam jumlah banyak dan kembali ke istana.

Menyadari kesaktian mustikanya, Rohib menyuruh tukang emas untuk mengikat mustikanya menjadi cincin. Namun ternyata tukang emas telah mengetahui kesaktian mustika itu dan membawa kabur Mentiko Betuah. Rohib meminta tolong pada ular raksasa agar dapat menemukan kembali mustikanya. Ular memerintahkan anjing, kucing, dan tikus untuk mengejar si tukang emas. Misi anjing, kucing, dan tikus sebenarnya berhasil. Namun tikus berbohong pada anjing dan kucing bahwa dirinya gagal mendapat Mentiko Betuah, lalu pergi sendiri menemui Rohib, sehingga hanya tikus yang mendapat penghargaan dari Rohib.

Cerita Dang Gedunai dari Riau bertutur tentang seorang anak yatim bernama Dang Gedunai. Dang Gedunai tinggal hanya berdua dengan ibunya. Sementara ayahnya telah lama tewas saat melaut. Sang ibu tetap memaksakan diri bertani meski usianya kian renta. Sementara Dang Gedunai tumbuh menjadi anak malas dan pembangkang. Suatu hari langit kelam, Dang Gedunai memutuskan untuk pergi memancing meski telah dilarang ibunya. Benar saja hujan turun, membuat tubuhnya basah kuyup. Setelah lama menunggu tak satu pun ikan berhasil ditangkap. Dang Gedunai justru menemukan sebutir telur besar terapung di sungai. Ia mengambil telur itu dan membawanya pulang. Sekali lagi ibunya berusaha menegur.

“Kamu harus mengembalikan telur itu, Nak.” Pinta Ibu sekali lagi. “Kamu tidak boleh mengambil sesuatu yang bukan milikmu.” (Halaman 69)

Dang Gedunai mengabaikan teguran ibunya. Ia menjadikan telur itu untuk lauk makan. Usai makan ia mengantuk dan tertidur. Dalam tidur, ia bermimpi melihat seekor naga murka padanya. Saat terbangun, Dang Gedunai kehausan. Dahaganya tak kunjung reda meski telah menghabiskan satu tong air dapur, kolam ajaib, juga sungai. Dang Gedunai minum air sungai sampai kering. Saat sang ibu membawanya ke laut, Dang Gedunai menyadari kesalahannya. Namun terlambat, ia telah dikutuk menjadi naga. Sejak itu, masyarakat sekitar tak berani melaut saat ombak lautan menggila karena saat itu Dang Gedunai sedang mencari makan. Mereka baru melaut saat laut tenang, tanda Dang Gedunai telah tertidur.

Masih banyak lagi cerita menarik lainnya seperti Piso Sumalim, Sampuraga yang sekilas kisahnya mirip Malin Kundang, atau Asal-Usul Selat Nasi. Banyak pelajaran yang dapat dipetik, di antaranya jangan membesarkan anak dengan kasih sayang berlebihan, jangan durhaka pada orangtua, larangan melakukan hal mubazir, dan lain sebagainya. Dibalut ilustrasi sampul indah yang melambangkan keberagaman Tanah Air, buku ini sangat layak dimiliki para orangtua sebagai teman pengantar tidur anak, atau bagi kalangan pengajar yang membutuhkan referensi tentang kekayaan budaya bangsa.